Beban penyakit tidak
menular (non-communicable diseases) seperti penyakit jantung, stroke, tekanan
darah tinggi, dan diabetes terus meningkat di seluruh dunia, termasuk di
Indonesia. Pengertiannya, ia adalah penyakit kronis yang bukan disebabkan oleh
virus atau bakteri serta tidak ditularkan kepada orang lain. Salah satu
penyebabnya adalah gaya hidup dan pola makan yang buruk. Ia bikin angka
kesakitan dan kematian yang tinggi di dunia maupun di Indonesia. Gejala bahaya
menjamurnya penyakit tidak menular ini jadi perhatian Badan Kesehatan Dunia
(WHO) dalam laporan yang terbit pada 2010. WHO menyebut puluhan juta orang di
dunia meninggal dunia karena penyakit tidak menular. Parahnya, penyakit ini
menimpa manusia sebelum usia 60 tahun alias pada usia produktif. Sejak saat itu
para peneliti kesehatan masyarakat memproyeksikan melonjaknya angka kesakitan
dan kematian akibat penyakit tidak menular, baik di negara maju maupun
berkembang termasuk Indonesia di dalamnya.
Pekan ini,
tepatnya 27 September, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali menggelar rapat
tingkat tinggi di Kota New York, Amerika Serikat, untuk menanggulangi dan
mencegah penyakit tidak menular. Perwakilan dari negara-negara anggota PBB,
termasuk Indonesia, organisasi masyarakat dunia, serta pihak swasta akan
berkumpul untuk mengkaji dan memantau perkembangan penanggulangan penyakit
tidak menular secara global. Sesuai mandat sidang umum PBB tentang penyakit
tidak menular pada 2011, negara-negara anggota PBB serta organisasi-organisasi
internasional sepakat untuk mengurangi angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit tidak menular sebesar 25 persen pada 2025.
Gambaran
angka kematian global disebabkan penyakit tidak menular saat ini cukup besar.
Hasil penelitian terakhir yang dikerjakan secara kolektif oleh NCD Alliance,
WHO, Imperial College, dan tim The Lancet—diterbitkan di jurnal ilmiah
kesehatan The Lancet edisi September 2018—menyebutkan 40,5 juta dari 56,9 juta
penduduk di dunia meninggal akibat penyakit tidak menular pda 2016. Saat ini
Indonesia mengalami beban ganda penyakit: angka kesakitan dan kematian penyakit
menular masih cukup besar ditambah beban penyakit tidak menular. Kenyataannya,
dalam beberapa dasawarsa terakhir, kita mengalami transisi epidemiologis yang
cukup parah dari angka penyakit menular menuju penyakit tidak menular. Pada 1990,
persentase kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia adalah 37
persen. Satu dekade kemudian, angka ini meningkat menjadi 49 persen. Kemudian,
meningkat lagi menjadi 58 persen pada 2010. Dan, berdasarkan data yang tercatat
pada Sistem Registrasi Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, angka kematian
karena penyakit tidak menular naik menjadi 71 persen pada 2014. Penyakit
kardiovaskular (seperti jantung dan stroke) dan diabetes menempati urutan
teratas pada beban penyakit tidak menular secara nasional.
Apa
konsekuensinya?
Tentu saja
pengobatan dan penanganan penyakit tidak menular menjadi beban anggaran
kesehatan pemerintah. Tapi, sebenarnya, juga membebani secara ekonomi setiap
orang yang terkena penyakit tidak menular. Mereka dan keluarganya harus
menanggung biaya transportasi ke rumah sakit, serta biaya-biaya lain yang tidak
ditanggung oleh jaminan asuransi kesehatan selama masa penyembuhan. Belum lagi
kerugian akan hilangnya waktu dan kesempatan berkarya (produktivitas), yang
sebenarnya bisa dihindari agar penyakit tidak menular tidak lagi menimpa lebih
banyak orang.
Peran Besar Industri Makanan
Laporan WHO
tahun 2011 menyebutkan empat faktor utama penyebab penyakit tidak menular:
makanan tidak sehat, kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, dan gaya hidup
tidak sehat. Di negara maju seperti Amerika Serikat, industri minuman
beralkohol dan rokok menempati urutan teratas dalam meningkatkan angka penyakit
tidak menular. Temuan lain dari pelbagai penelitian menyebut bahwa industri
besar di bidang makanan dan minuman—alias industri makanan—berperan penting
menyuburkan penyakit tidak menular.
Secara
garis besar, ada empat peran penting dari industri makanan yang turut
memperburuk melonjaknya angka penyakit tidak menular.
Pertama,
proses produksi dan kandungan bahan pangan yang digunakan dalam industri
makanan. Keunggulan pemrosesan ultra dan kandungan dalam produksi massal
berkontribusi meningkatkan jumlah penderita diabetes, penyakit jantung, hipertensi,
dan beberapa jenis kanker. Makanan olahan industri biasanya memiliki kadar gula
atau garam relatif tinggi, yang mendorong kegemukan atau obesitas; salah satu
jembatan menuju penyakit tidak menular.
Kedua,
strategi pemasaran (marketing) dan penentuan harga jual produk (pricing) dari
industri makanan. Gempuran iklan secara besar-besaran ke pelbagai media, baik
ke televisi, koran, dan majalah serta internet termasuk media sosial, memompa
semangat masyarakat mengonsumsi makanan tidak sehat, yang gilirannya menambah
angka penyakit tidak menular. Strategi pemasaran ini juga berupa pembagian
produk makanan sebagai hadiah atau bingkisan (goodie bag) serta dukungan
industri dalam pelbagai kegiatan umum (sponsorship). Hampir semua iklan makanan
olahan industri massal tidak menyebut secara jelas risiko kesehatan yang
ditimbulkan oleh produk mereka yang diiklankan. Padahal, sesuai regulasi tahhun
1996 tentang label dan iklan pangan, iklan harus memuat dampak negatif bagi
kesehatan. Namun, faktanya, sebagian besar iklan makanan tidak menyebutkan
secara jelas dampak buruk tersebut. Kebanyakan iklan makanan pabrikan lebih
menggambarkan kelezatan, kebahagiaan, pertemanan, atau tubuh yang terlihat
sehat dan ceria, sehingga mendorong orang untuk membeli dan mengonsumsinya.
Iklan-iklan yang beredar luas ini didukung harga dan ketersediaannya di
pelbagai minimarket yang sangat mudah dijangkau.
Ketiga,
lobi-lobi industri makanan untuk memengaruhi kebijakan produksi dan pemasaran
produknya. Salah satu contohnya upaya yang pernah dilakukan oleh sekumpulan
perusahaan makanan bayi dan anak dalam melonggarkan aturan pengiklanan produk
makanan untuk anak dalam rancangan perubahan peraturan pemerintah tentang label
dan iklan pangan.
Keempat,
strategi cukup halus tapi laten dari industri makanan dengan memanfaatkan jalur
sosial atau filantropi, antara lain melalui pelbagai program tanggung jawab
sosial perusahaan. Praktik umumnya berupa pemberian sponsorship atau dukungan
pembiayaan atas program tertentu bagi komunitas. Lantas, dalam pelaksanaannya,
biasanya branding produk maupun perusahaan muncul di spanduk acara, brosur,
kaos, dan pelbagai dokumen lainnya. Pola-pola seperti ini memengaruhi keputusan
dan pilihan kita dalam mengonsumsi makanan atau minuman tertentu. Nicholas
Freudenberg, profesor dari City University of New York yang meneliti dampak
industri makanan terhadap kesehatan masyarakat, menyebut kegiatan sosial
membantu industri makanan lebih dikenal luas di masyarakat. Tujuannya, kegiatan
sosial ini lebih dapat sorotan sehingga menutupi konsekuensi masyarakat yang
mengonsumsi produk pangan tersebut.
Cara-cara
itu dilakukan industri makanan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya,
meski membahayakan kesehatan masyarakat. Produk industri makanan massal dan
pelbagai strategi di atas berkontribusi pada bertambahnya angka diabetes,
penyakit jantung, hipertensi, dan beberapa jenis kanker. Pendeknya, semakin
besar konsumsi dan luas pasar produk industri makanan, semakin berat pula beban
penyakit tidak menular yang kita tanggung bersama.
Pencegahan Sejak Dini dan Memperketat Regulasi
Sebagai
bagian dari upaya penanggulangan penyakit tidak menular, penting bagi
pemerintah memperkuat kebijakan terkait industri makanan, selain kita sendiri
perlu terlibat dalam pencegahan dini untuk bergaya hidup sehat dan mengonsumsi
lebih banyak buah dan sayur. Misalnya, pemerintah mampu menerbitkan regulasi
yang substansial untuk membatasi dan memperketat program sponsorship yang dilakukan
perusahaan makanan dan minuman. Upaya lain adalah mewajibkan semua iklan dan
label pangan untuk memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan olahan
industri terhadap kesehatan. Hal penting lain adalah upaya-upaya melakukan
riset dengan topik baru—misalnya, riset tentang kontra-pemasaran terhadap
produk makanan olahan pabrikan. Ilmuwan dan para peneliti di bidang kesehatan
masyarakat, terutama yang tertarik meneliti dampak industri besar atau
perusahaan transnasional terhadap kesehatan publik, perlu menyebarluaskan
temuan tentang risiko mengonsumsi makanan instan atau pabrikan. Selain itu,
kampanye menyusui harus terus-menerus didiseminasi secara meluas guna mencegah
penyakit tidak menular sejak dini mengingat air susu ibu adalah benteng penyakit.
Pelbagai sumber penelitian menemukan bahwa menyusui melindungi bayi dari
kemungkinan terkena obesitas, hipertensi, dan diabetes kelak saat ia dewasa.
Upaya
penting pemerintah untuk mendukung pencegahan penyakit tidak menular sejak dini
adalah melaksanakan rekomendasi Sidang Kesehatan Dunia (WHA) 69.9 (2016) dan
WHA 71.9 (2017) untuk melarang kampanye segala produk makanan dan minuman
kepada bayi dan anak di bawah umur tiga tahun. Konkretnya, pemerintah Indonesia
perlu menuangkan langkah itu ke dalam rancangan perubahan Peraturan Pemerintah
69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan, yang saat ini tengah digodok.
Upaya-upaya ini akan memudahkan langkah Indonesia mencapai target mengurangi
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular pada 2025.
Faktor risiko terjadinya penyakit gigi dan mulut merupakan
faktor risiko yang sama untuk terjadinya Penyakit Tidak Menular atau PTM (Non
Communicable Diseases). PTM (Stroke, Diabetes, Penyakit jantung, Kanker)
merupakan penyakit penyebab utama kematian. Contoh faktor risiko terjadinya
penyakit gigi dan mulut serta PTM adalah konsumsi gula yang berlebih, alkohol
dan rokok.
Lebih lanjut setelah dilakukan perawatan gigi secara
konservatif terjadi perbaikan HSP secara klinis (Sari Pediatri 2013;14(6)). Oleh
karenanya, untuk terhindar dari berbagai manifestasi penyakit, penting bagi
kita memerhatikan kesehatan gigi dan mulut, baik dengan menjauhi faktor risiko
penyakit gigi dan mulut, maupun menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan cara
sesederhana sikat gigi dua kali sehari pagi sebelum sarapan dan malam sebelum
tidur.
Sumber : https://tirto.id/melonjaknya-angka-penyakit-tidak-menular-karena-industri-makanan-c22F
Baca juga : Tahapan Penumpatan atau Penambalan Karies
Baca juga : Tahapan Penumpatan atau Penambalan Karies
Tidak ada komentar:
Posting Komentar